Senin, 24 September 2012

RUMAH KENANGAN, Kedung Darma Romansha





            Ketika membaca cerpen karya dari Kedung Darma Romansha yang bernama pena Iman Romanshah dengan judul “ Rumah Kenangan “. Pasti akan dihanyutkan alurnya yang selalu menggiring pembaca untuk membaca “ Rumah Kenangan “ tersebut sampai endingnya. Tokoh  ‘ Aku ‘ merupakan tokoh utama dalam cerpen “ Rumah Kenangan “. Diceritakan bahwa tokoh ‘ Aku ‘ mengalami pengkhianatan oleh suaminya sendiri yang tega meninggalkannya dalam keadaan hamil sekalipun.
            “ Kadang aku berpikir, kenapa segalanya kumengerti setelah semuanya terjadi. Janji – janjinya telah membuatku merasa yakin bahwa dia laki – laki yang paling baik yang pernah kukenal. Sikapnya halus, pengertian, dan selalu megalah. Ah kau lelakiku, bangsat ! Airmataku yak sadar menitik diatas koran. Konsentrasi membacaku sedikit mengabur. Kupandangi langit – langit rumahku sambil kuelus – elus perutku – mungkin tinggal menunggu hari anak dalam kandunganku akan lahir. Dan aku tak tahu harus mengatakan apa ketika ia dewasa ayahnya tak ada. Uang yang kuterima darinya setiap bulan tak mengubah kesepianku.”
            Dari kutipan tersebut terlihat bahwa suaminya lepas tanggung jawab meskipun ia memberi uang dalam setiap bulannya namun tetap saja tokoh ‘ Aku ‘ mengalami kesepian – uang yang kuterima darinya setiap bulan  tak mengubah kesepianku - . Seperti halnya dengan istri – istri di era modern ini yang ditinggalkan oleh suami – suaminya yang hanya memberikan uang bulanan tanpa memberikan rasa kasih sayang. Padahal yang dibutuhkan ialah rasa kasih sayang tersebut. Meskipun sudah lebih baik daripada ditinggal pergi tanpa diberi uang bulanan. Tetapi tetap saja sikap sikap seperti itu sangat merugikan kaum hawa. Banyak pria di zaman ini yang rasa – rasanya lepas dari tanggung jawabnya. Yang mereka “ kaum lelaki “ pikirkan hanya bagaimana bisa menghasilkan pundi – pundi rupiah saja untuk keluarganya tanpa memperdulikan kasih sayang di dalam keluarganya sekalipun. Bukankah kaum lelaki yang noebene bertugas sebagai imam ; pemimpin yang mempunyai kewajiban lahir dan batin untuk keluarganya harusnya mampu memenuhi keduanya ? Tanpa meninggalkan salah satu darinya.
            “ Tapi kali ini bukan kepergianmu yang kuingat, melainkan luka yang kau tinggalkan di perutku. Itu kau lelakiku, Masihkah kau ingat atas buah cinta di dalam tubuhku. Kau pergi, entah untuk siapa dan apa. Kalau kepergianmu untukmenggenapkan luka dan kesepianku, akan kuterima itu sebagai hadiah nasib. Tapi, aku tidak akan menerima nasibmu atas kepergianmu. Dengan mata terpejam, aku berharap airmataku akan menghapus wajah lelakiku dan luka yang pernah ditunjamkannya ke liang takdirku.”
            Banyak kaum perempuan yang ‘ rela ‘ atas kepergian lelakinya. Hanya saja, mereka tidak akan pernah lupa dengan luka yang berbekas di hati atas kepergiannya itu. Tentunya siapa atau orang mana yang rela serela – relanya atas kepergian orang tercintanya. Dengan begitu tokoh ‘ Aku ‘ pun tidak menerima nasibnya dengan mata terpejam ia berharap airmatanya dapat menghapus wajah lelakinya yang telah menorehkan luka di jiwanya. Disaat itu ia tidak mengetahui kepergian suaminya itu sebabnya tanpa diketahuinya. Entah untuk siapa dan apa seperti yang diungkapkan sang penulis. Seperti pada umumnya orang yang ditinggakan itu pasti tidak pernah tahu apa penyebab kepergiannya. Biasnya hanya menduga – duga untuk mengetahui apa penyebabnya. Tidak seperti tokoh ‘ Aku ‘ yang diceritakan ingin mengetahui apakah mimpi – mimpinya itu ada keterkaitan dengan kepergian sang suaminya.
            Setelah kepergiannya, kejadian – kejadian aneh menimpa dirinya. Ia selalu bermimpi sosok perempuan aneh dengan seorang bocah perempuan kecil yang terus memanggil – manggil namanya. Dari mimpi- mimpinya itu tokoh ‘ Aku ‘ ingin mengetahui siapa perempuan itu. Akhirnya  mendapatkan alamat rumah dari sosok perempuan yang selalu hadir dalam mimpi – mimpinya itu dari sebuah koran lama. Setelah mengetahui alamat rumahnyamaka tokoh ‘ Aku ’ini mendatangi alamat rumah tersebut. Sesampainya di depan pintu rumah tersebut lalu ia membuka pintu dengan perlahan – lahan. Tanpa disangka, suami – lelakinya berada tepat didepannya.
              Dia adikku.”
            “ Aku masih belum mengerti.”        
            “ Aku mencintainya. Aku berbuat ini kupikir bisa membantunya untuk mendapatkan momongan, setelah kutahu suaminya mandul. Kupikir ia menyetujui jalanku. Tapi nasib berkehendak lain. Sejak saat itu suaminya menghilang entah kemana.”
 Lalu dilanjutkan dialog – dialog di antara keduanya sampai dengan dialog.
            “ Kurniasih bunuh diri. “
            “ Kau gila !” umpatku keras – keras.
            “ gugurkan kandungan itu ! “
            Mataku meradang menerjang pandangnya.
            Setelah mengetahui sosok perempuan yang selalu hadir dalam mimpi – mimpinya itu adalah adik dari suaminya yang bernama Kurniasih  yang telah digauli oleh suaminya itu karena suami dari adiknya mandul. Hal tersebut menambah amarah tokoh ‘ Aku ‘. Bagaimana tidak ? Seorang perempuan mana yang kuat hatinya ditinggalkan suaminya hanya karena perempuan lain, bahkan adik kandungannya sendiri yaitu saudara kandung sedarah dengan suaminya. Mungkin sumpah serapah tidak cukup untuk perilaku seperti itu. Ternyata penderitaan tokoh  ‘ Aku ‘ tidak hanya itu, malahan ditambah lagi dengan perintah suaminya untuk menggugurkan kandungannya. Sungguh diluar nalar dari tokoh ‘ Aku ‘ . Bagaimana bisa ia membunuh darah dagingnya sendiri. Seperti perempuan – perempuan pada umumnya, yang mempunyai jiwa keibuan, pastinya tidak mungkin tega membunuh janin yang ada di kandungannya. Tentunya tokoh ‘ Aku ‘ menolak. Justru penolakan tersebut menjadikan suaminya semakin kasar terhadap kandungannya. Sehingga tokoh ‘ Aku ‘ terjatuh pingsan. Setelah tersadar tokoh ‘ Aku ‘ sudah berada di rumah sakit dan melahirkan seorang  bayi laki – laki.
            Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa tokoh ‘ Aku ‘ mengalami suatu gejolak rumah tangga yang mengharuskannya mengetahui apa penyebab dari kepergian suaminya, ia tidak hanya diam di rumah namun ia terus bergerak mencari tahu.  Meskipun ia harus merasakan sakit diakhirnya. Sungguh perjuangannya itu mampu membedah apa penyebab sebenarnya atas kepergian suaminya. Perjuangan yang harus diteladani bagi perempuan -  perempuan yang ditinggalkan suaminya. Mereka harus mau dan mampu melakukannya.  
                      
                                                                                                                                                                                Yuliyanti
                                                                                                                                                                                11201241065

1 komentar: