Hai teman-teman,
lebaran sudah berlalu. Hingar-bingar aktivitas yang berhubungan dengan
acara-acara lebaran seperti : syawalan keluarga, silaturahmi ke tempat kerabat,
pergi wisata, atau acara reuni dengan
teman sekolah dulu usai sudah. Setelah semua aktivitas yang tentu menguras
tenaga dan biaya itu selesai maka kita mesti kembali lagi ke aktivitas rutin
dan tugas masing-masing. Tapi ada yang mengeluh : rasanya masih capek deh...!
Itulah
gambaran umum masyarakat kita. Mayoritas masyarakat kita setiap sesudah
menikmati libur panjang, semangat
bekerja bagi yang sudah memasuki dunia kerja
ataupun semangat belajar bagi
para pelajar relatif mengalami penurunan. Untuk kembali kepada performa kerja
atau belajar yang ideal butuh pemanasan. Pada awal-awal hari masuk aktivitas
kerja dan belajar belum aktif.
Kantor-kantor dan pusat-pusat pelayanan publik masih sepi. Orang masih malas
bekerja. Ini tentu sangat kontradiktif dengan tuntutan dunia kerja dan
pendidikan yang mengharuskan sikap profesionalisme, karena setiap kantor,
perusahaan maupun lembaga pendidikan tentu mempunyai jadwal dan target kerja
tertentu.
Berbicara tentang kedisiplinan dan
komitmen mengejar target kerja, tak ada salahnya kita melongok ke ‘saudara tua
kita’ Jepang. Bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang disiplin dan tingkat
produktivitasnya tinggi. Berkat budaya kerjanya itu maka mereka bisa menjadi
bangsa yang tingkat ekonominya sejajar dengan negara-negara maju di Eropa dan
Amerika. Padahal sebenarnya teman-teman, etos dan budaya bangsa Jepang tak berbeda
dengan bangsa Asia lainnya termasuk bangsa kita. Tetapi, mengapa bangsa Jepang
lebih cepat berhasil dibanding negara lain di Asia?
Kunci keberhasilan dan kehebatan
bangsa Jepang ternyata terletak pada disiplin dan semangat kerja mereka yang
tinggi. Disiplin dan semangat kerja inilah yang membentuk sikap dan mental
kerja yang positif. Disiplin juga menjadikan para pekerja patuh dan loyal pada
perusahaan atau tempat mereka bekerja. Mereka mau melakukan apa saja demi
keberhasilan perusahaan tempat mereka bekerja, bahkan hebatnya mereka sanggup
bekerja lembur tanpa mengharapkan bayaran tambahan. Mengapa? Karena mereka
beranggapan jika hasil produksi meningkat dan perusahaan mendapat keuntungan
besar, secara otomatis mereka akan mendapatkan kompensasi setimpal. Dalam
pikiran dan jiwa mereka sudah tertanam keinginan melakukan pekerjaan sebaik
mungkin. Gagal melakukan tugas sama halnya mempermalukan diri sendiri, bahkan
harga diri mereka merasa hilang.
Oleh karena itu, tidak mengherankan
jika orang Jepang sanggup bekerja mati-matian untuk memajukan perusahaan.
Mereka senang jika disebut sebagai pekerja keras. Mereka merasa dihargai jika
diberikan pekerjaan dan tugas yang berat. Sebaliknya, mereka merasa terhina dan
tidak berguna jika tidak diberikan pekerjaan yang menantang. Orang Jepang rela
menghabiskan waktu di tempat kerja dari pada pulang lebih cepat ke rumah. Nah
teman-teman, bagaimana dengan kebiasaan masyarakat kita?
Sungguh berlawanan dengan budaya kita,
bukan? Kita lebih suka pulang lebih cepat. Sebagian dari kita menganggap pulang
kerja lebih cepat merupakan cerminan suatu status sosial yang lebih tinggi. Ini
sangat berbeda dengan pandangan orang Jepang. Mereka yang pulang lebih cepat
dianggap sebagai pekerja yang tidak penting dan tidak produktif. Ukuran nilai dan status orang Jepang
didasarkan pada disiplin kerja dan jumlah waktu yang dihabiskan di tempat
kerja. Sementara di negara yang etos kerjanya masih rendah, para pekerja
bersedia kerja lembur jika diberikan imbalan materi yang layak. Kecintaan orang
Jepang pada pekerjaannya, membuat mereka fokus pada pekerjaannya. Tanpa ada
pengawas pun mereka bekerja dengan baik, penuh dedikasi, dan disiplin. Bagaiman
dengan masyarakat kita ?
Meskipun orang Jepang suka pada
pekerjaan, tetapi bukan berarti seluruh waktu dihabiskan di tempat kerja pula.
Mereka juga menyediakan waktu untuk bersantai, hanya menejemen waktunya yang
berbeda dengan kita. Orang Jepang lebih banyak kerjanya daripada santainya,
sementara sebagian besar dari kita sebaliknya, bukan?
Dari uraian di atas dapat diambil
hikmahnya, bahwa bangsa Jepang mungkin memang bukan bangsa yang sempurna juga,
tetapi ada hal positif yang bisa dipelajari dan ditiru dari etos kerja bangsa
Jepang. Seandainya kedisiplinan dan kecintaan pada pekerjaan tersebut tumbuh
dalam diri kita, barangkali itu menjadi solusi guna mempercepat ketertinggalan
kita di bidang ekonomi. Apalagi sikap para pekerja itu diimbangi sikap para
pimpinan dan pengusaha yang selalu memberi reward kepada pekerja yang
berprestasi. Ya, kita semua berharap segera terwujud etos serta iklim kerja
yang seperti itu. Amin.
Endah Nurhayati
07201244027
Tidak ada komentar:
Posting Komentar