Selasa, 25 September 2012

BELAJAR PADA JEPANG


Hai teman-teman, lebaran sudah berlalu. Hingar-bingar aktivitas yang berhubungan dengan acara-acara lebaran seperti : syawalan keluarga, silaturahmi ke tempat kerabat, pergi wisata, atau acara reuni  dengan teman sekolah dulu usai sudah. Setelah semua aktivitas yang tentu menguras tenaga dan biaya itu selesai maka kita mesti kembali lagi ke aktivitas rutin dan tugas masing-masing. Tapi ada yang mengeluh : rasanya masih capek deh...!

            Itulah gambaran umum masyarakat kita. Mayoritas masyarakat kita setiap sesudah menikmati libur panjang,  semangat bekerja bagi yang sudah memasuki dunia kerja  ataupun semangat belajar  bagi para pelajar relatif mengalami penurunan. Untuk kembali kepada performa kerja atau belajar yang ideal butuh pemanasan. Pada awal-awal hari masuk aktivitas kerja dan belajar belum aktif. Kantor-kantor dan pusat-pusat pelayanan publik masih sepi. Orang masih malas bekerja. Ini tentu sangat kontradiktif dengan tuntutan dunia kerja dan pendidikan yang mengharuskan sikap profesionalisme, karena setiap kantor, perusahaan maupun lembaga pendidikan tentu mempunyai jadwal dan target kerja tertentu.
            Berbicara tentang kedisiplinan dan komitmen mengejar target kerja, tak ada salahnya kita melongok ke ‘saudara tua kita’ Jepang. Bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang disiplin dan tingkat produktivitasnya tinggi. Berkat budaya kerjanya itu maka mereka bisa menjadi bangsa yang tingkat ekonominya sejajar dengan negara-negara maju di Eropa dan Amerika. Padahal sebenarnya teman-teman,  etos dan budaya bangsa Jepang tak berbeda dengan bangsa Asia lainnya termasuk bangsa kita. Tetapi, mengapa bangsa Jepang lebih cepat berhasil dibanding negara lain di Asia?
            Kunci keberhasilan dan kehebatan bangsa Jepang ternyata terletak pada disiplin dan semangat kerja mereka yang tinggi. Disiplin dan semangat kerja inilah yang membentuk sikap dan mental kerja yang positif. Disiplin juga menjadikan para pekerja patuh dan loyal pada perusahaan atau tempat mereka bekerja. Mereka mau melakukan apa saja demi keberhasilan perusahaan tempat mereka bekerja, bahkan hebatnya mereka sanggup bekerja lembur tanpa mengharapkan bayaran tambahan. Mengapa? Karena mereka beranggapan jika hasil produksi meningkat dan perusahaan mendapat keuntungan besar, secara otomatis mereka akan mendapatkan kompensasi setimpal. Dalam pikiran dan jiwa mereka sudah tertanam keinginan melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Gagal melakukan tugas sama halnya mempermalukan diri sendiri, bahkan harga diri mereka merasa hilang.
            Oleh karena itu, tidak mengherankan jika orang Jepang sanggup bekerja mati-matian untuk memajukan perusahaan. Mereka senang jika disebut sebagai pekerja keras. Mereka merasa dihargai jika diberikan pekerjaan dan tugas yang berat. Sebaliknya, mereka merasa terhina dan tidak berguna jika tidak diberikan pekerjaan yang menantang. Orang Jepang rela menghabiskan waktu di tempat kerja dari pada pulang lebih cepat ke rumah. Nah teman-teman, bagaimana dengan kebiasaan masyarakat  kita?
            Sungguh berlawanan dengan budaya kita, bukan? Kita lebih suka pulang lebih cepat. Sebagian dari kita menganggap pulang kerja lebih cepat merupakan cerminan suatu status sosial yang lebih tinggi. Ini sangat berbeda dengan pandangan orang Jepang. Mereka yang pulang lebih cepat dianggap sebagai pekerja yang tidak penting dan tidak produktif.  Ukuran nilai dan status orang Jepang didasarkan pada disiplin kerja dan jumlah waktu yang dihabiskan di tempat kerja. Sementara di negara yang etos kerjanya masih rendah, para pekerja bersedia kerja lembur jika diberikan imbalan materi yang layak. Kecintaan orang Jepang pada pekerjaannya, membuat mereka fokus pada pekerjaannya. Tanpa ada pengawas pun mereka bekerja dengan baik, penuh dedikasi, dan disiplin. Bagaiman dengan masyarakat kita ?
            Meskipun orang Jepang suka pada pekerjaan, tetapi bukan berarti seluruh waktu dihabiskan di tempat kerja pula. Mereka juga menyediakan waktu untuk bersantai, hanya menejemen waktunya yang berbeda dengan kita. Orang Jepang lebih banyak kerjanya daripada santainya, sementara sebagian besar dari kita sebaliknya, bukan?
            Dari uraian di atas dapat diambil hikmahnya, bahwa bangsa Jepang mungkin memang bukan bangsa yang sempurna juga, tetapi ada hal positif yang bisa dipelajari dan ditiru dari etos kerja bangsa Jepang. Seandainya kedisiplinan dan kecintaan pada pekerjaan tersebut tumbuh dalam diri kita, barangkali itu menjadi solusi guna mempercepat ketertinggalan kita di bidang ekonomi. Apalagi sikap para pekerja itu diimbangi sikap para pimpinan dan pengusaha yang selalu memberi reward kepada pekerja yang berprestasi. Ya, kita semua berharap segera terwujud etos serta iklim kerja yang seperti itu. Amin.                                                                     

                                                                                                Endah Nurhayati
                                                                                                    07201244027

Tidak ada komentar:

Posting Komentar