“Kamu adalah makhluk tercantik yang pernah ku
lihat, tahukah kau? karenamu aku merasakan apa itu namanya kasih sayang. Tapi
maaf Adinda, aku telah dijodohkan dengan Sarah. Sejujurnya aku bingung di
antara dua pilihan, antara kamu dan dia. Aku menyayangi kamu begitu juga aku menyayangi dia. Sekali lagi
maafkan aku Adinda. Aku menyayangimu selamanya.”
Aku terdiam terpana akan
kata-katanya. Aku tak sanggup berkata-kata, tak terduga air mataku jatuh.
Malam ini aku dan koko jalan-jalan
menikmati suasana kota Yogyakarta yang penuh sesak dengan jutaan pasangan
kekasih, baik yang masih muda sampai yang sudah lanjut. Kami menghabiskan waktu
bersama, memadu kasih yang begitu indah. Aku sangat beruntung bisa menemukan
Koko. Koko memegang tanganku dengan sangat erat, aku pun membalas genggaman tangannya dengan erat pula. Kami
duduk di pinggir jembatan, memandang bulan yang bersinar cerah. Aku menjatuhkan
kepalaku dipundaknya. Dengan lembut ia membelai rambutku, dan menciumnya.
Bibirnya yang basah bisa ku rasakan saat ia mencium rambutku. Aku sangat
menyayanginya. Tangan kami saling bertaut seakan tak bisa dipisahkan.
“Sayang, kamu begitu cantik malam
ini, taukah kamu? Aku sangat beruntung menemukanmu.” Koko mengatakan kata-kata
itu dengan sangat pelan. Aku semakin betah berada di sisinya.
“
Aku punya satu permohonan!” tambahnya lagi, sontak aku langsung mendongakan
kepalaku, Koko tersenyum memandang wajahku yang penuh tanya.
“Mengapa
kau begitu kaget sayang? aku hanya ingin kau membuatkanku soto(makanan) saat
ulangtahun kita bulan depan.” jawabnya girang dan membelai wajahku dengan
lembut yang sekarang berubah menjadi cemberut.
“Aku
kira kau mau berkata sesuatu yang lebih srius, ternyata hanya minta soto.”
Jawabku kesal. Tapi Koko hanya membalasnya dengan senyum, dan mencium rambutku
dengan mesra. Aku tak kuasa untuk terus-menerus kesal.
“Baiklah,
kamu akan ku buatkan soto yang paling enak, tapi kau harus menghabiskannya!
Janji?” sambil menyodorkan jari kelingking di mukanya. Dia membalas dan
mengeratkan jari kelingkingnya di jari kelingkingku. Aku tersenyum puas.
Pagi
ini adalah hari senin pukul 8:00 WIB aku datang ke kontarakan Koko, aku
membawakannya sarapan. Dia mempunyai kebiasaan buruk, yaitu jarang sekali
sarapan. Aku mengetuk kamarnya, tapi tetap tak ada jawaban. Saat ku perkeras
ketukanku. Akhirnya ia pun menjawab.
“
Iya sebentar.” Suaranya begitu seksi, aku senang bisa mendengar suaranya di
pagi hari, karena belum terkontaminasi, suaranya yang serak-serak basah yang
hanya bisa kutemui saat ia bangun tidur
membuatku tersenyum. Aku melihatnya berdiri di hadapanku, dengan tangan kanan
mengacak-acak rambut yang memang sudah tak karuan. Dengan baju yang kusut
menyelimuti badannya. Aku hanya tersenyum melihatnya begitu. Aku langsung
menyodorkan sarapan di mukanya. Dia tak menyangka aku akan datang pagi ini.
Lalu ia menyuruhku untuk menunggu di kamarnya sementara ia merapihkan diri.
Aku
tercengang melihat kamarnya yang berantakan, aku tahu dia pasti sangat
kelelahan sehingga tak sempat merapihkan kamarnya. Aku pun memutuskan untuk
merapihkannya. Saat aku merapihkan tempat tidurnya, aku menemukan kertas
berwarna coklat. Aku sangat terkejut dengan isi surat itu, dan akhirnya aku
mengurungkan niat untuk membersihkan kamarnya. Dan aku memutuskan pulang begitu
saja.
Koko
terus menelfonku semenjak kejadian tadi
pagi. Dia bingung mengapa aku tiba-tiba langsung pulang tanpa pamit. Aku
memilih tak menjawab semua telfonnya. Pukul 13:00 WIB, aku bersiap untuk pergi
ke kampus. Saat aku membuka pintu kos ku. Aku menemukan Koko sudah berada di
depanku. Entah berapa lama ia menunggu ku di sana.
“Ada
apa denganmu? mengapa kau menghindar?” tanyanya dengan raut muka cemas.
“Maaf
nanti saja bahasnya, aku sedang buru-buru.” aku melangkah pergi.
“Mari
aku antar,” Dia langsung menggandeng tangan ku, menuntunku ke dalam mobil.
Di dalam perjalanan ke kampus, sama
sekali tak ada percakapan. Aku masih belum bisa memaafkannya. Saat ku sedang
melamun, mataku tertuju pada sebuah gantungan kunci yang tergantung di mobil.
Foto kami berdua dengan senyum merekah diantara keduanya, dengan background
Pantai Depok. Marahku pun meleleh berganti dengan tetesan air mata. Seketika Koko
langsung menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Tangisku semakin menjadi, Koko
memelukku dalam diamnya, membiarkan
bajunya basah oleh air mataku.
Dengan tangannya yang besar, dia
menyentuh pipiku yang basah dengan lembut. Wajahnya begitu dekat denganku. Aku
bahkan bisa merasakan tarikan nafas nya.
“ Sayang aku tak tahu, mengapa kamu
jadi seperti ini, kalau kamu marah padaku, ceritalah. Jangan memendamnya
sendiri. Aku tak ingin melihatmu bersedih.” Jelas nya panjang.
Entah mengapa aku tak bisa marah
lagi padanya. Dia mengatakan itu dengan sungguh-sungguh. Aku menatap matanya
lama. Aku tak tahu apa yang harus ku katakana padanya. Koko memelukku erat, dan membisikan satu kata “
Maaf sayang”. Dia langsung menyalakan mesin, lalu mengantarkanku ke kampus.
Ketika Koko hendak turun dari mobil,
aku menarik tangannya, sontak Koko langsung melihatku.
Aku menggenggam tangannya erat dan berkata, “
Maaf.”
“
Tak apa- apa sayang,” Koko keluar dari mobil dan membukakan pintu untukku dan
berkata,” Selamat kuliah princess.”
Aku
tersenyum memandangnya. Aku berjalan menjauhi nya, aku pun bimbang mengapa aku
tak bisa marah padanya? Aku sangat menyayanginya, sangat sangat sayang. Aku tak
ingin putus darinya. Dia adalah cinta pertamaku.
Beberapa
hari telah berlalu, aku berusaha menyembunyikan kebenaran yang ku tahu.
Semenjak kejadian itu, sikap Koko menjadi lebih pengertian kepadaku. Tapi aku
tak bisa begini terus, aku harus mendapatkan penjelasan darinya, mengapa dia
menulis surat itu. Malam Kamis ini, aku memutuskan untuk menemui Koko ke
kontrakannya. Walaupun hujan turun, aku tetap akan ke sana. Aku telah sampai di
kontrakannya, aku menemukan sepasang sepatu perempuan depan pintu, aku pun
masuk, saat ku sudah berada di depan kamarnya, aku mendengar pembicaraan dari
dalam kamarnya. Aku mendekati pintu kamarnya yang ternyata sedikit terbuka. Aku
tepat berdiri di pintu kamarnya. Aku melihat wanita cantik meneteskan air mata
dihadapan Koko, tapi Koko hanya diam sedingin es. Raut wajahnya begitu datar.
Aku terus berdiri tanpa se-cm pun bergeser. Perempuan itu membelai wajah Koko
dan tanpa ku duga,dia mengecup bibir Koko.
Sontak aku pun menjerit,”
Aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh.” Aku berlari sebisaku diiringi dengan
air mata yang mengalir deras. Koko yang menyadari keberadaanku, langsung
mengejarku. Aku berlari, berlari dan terus berlari, aku tak tahu akan kemana
arahku pergi. Otakku tak bisa berpikir dengan benar sekarang, hati dan otak ku
sedang tidak sinkron, yang aku tahu sekarang, aku sudah di tipu. Aku bingung
apa yang sedang aku rasakan, apakah aku marah? Sedih? Kecewa? Sakit? Entahlah
semuanya bergabung menjadi satu. Aku terus berlari di kegelapan malam, diiringi
dengan hujan yang semakin besar. Kaki ku terasa begitu lemas, aku sudah tak
sanggup lagi untuk berlari. Aku berhenti, entah aku tak tahu sedang dimana aku.
Air mataku pun tak kunjung reda. Aku teringat
saat pertama kali bertemu dengannya. Memori-memori lama seakan bergantian
muncul di ingatanku. Aku ingat saat pertama kali dia menyentuh tanganku dan
mencium tanganku, saat pertama kalinya ia menggendongku di punggungnya di
pantai, saat pertama kali ia mengecup keningku, saat pertama kali ia menyebutku
princess, saat pertama kali aku berkunjung ke rumah eyangnya, saat pertama kali
aku membawakan kue ulang tahun untuknya, saat pertama kali aku dan dia makan
bersama di cafe dekat kampus, saat pertama kali ia menjemputku, dan saat
pertama kali aku memeluknya. Ingatan- ingatan itu seperti tsunami yang muncul
di otakku tanpa di perintah. Aku merasa
seperti orang bodoh. Di dalam dinginnya malam, erangan tangisku makin
menjadi-jadi tanpa kusadari Koko sudah berada di depanku. Tubuhnya basah oleh
hujan. Ia memandangku dengan matanya yang indah.
“
Pergi, pergi, cepat pergi, aku membencimu, aku sangat membencimu, ahhhhh… cepat
pergi,”
Dia
memegang pundakku, aku pun memberontak,”lepaskan aku, lepas,” aku berhasil
lepas darinya. Aku berusaha untuk berlari lagi, tapi kakiku sangat lemas, aku
pun jatuh, dan terus menangis, koko mengejarku dan langsung memelukku.
“Maafkan
aku, sungguh maafkan aku, aku tak bermaksud seperti itu,” dia mengatakan nya
sambil memelukku dengan kuat.
“Bohong,”
aku mendorongnya hingga ia terjatuh.
“Kamu
bohong, kamu sama sekali tak mencintaiku, selama ini aku sudah bersabar atas
semua kebohonganmu,” hardikku cepat.
“Apa
maksudmu?”
“
Kamu hanya mempermainkanku, iya kan? Aku sudah membaca suratmu! Isinya tentang
kau ingin berpisah denganku? tapi kenapa? Mengapa kamu begitu tega, aku sangat
menyayangimu, sekarang semua nya sudah jelas, kamu menipuku, semua yang sudah
terjadi hanya main-main belaka.”
“Aku
bisa menjelaskan semuanya, aku mohon dengarkan aku.”
“Stop,
sudah cukup, aku membencimu, sangat membencimu. Aku mohon pergilah, aku tak mau
melihatmu lagi.” Ucapku terisak-isak
“Maaf,”
jawabnya.
Koko pun bangkit dengan langkah gontai,
aku tahu ia pun menangis sama sepertiku, tapi luka ku sangat parah, aku tak peduli lagi padanya.
14 hari telah berlalu, aku pun
menjalaninya tanpa kabar sedikitpun dari Koko.
“ Kamu yang namanya Adinda?” tanya
seseorang
“Iya itu aku, ada apa?”
“ Apakah kamu tak mengenaliku?”,“ Aku
tak mengenalmu, ada apa?”
“
Aku adalah wanita yang bersama Koko waktu itu.” Jawabnya, aku sangat terkejut.
“ Mau apa kamu kemari?” jawabku
jutek.
Aku
sangat terkejut, perempuan itu telah menjelaskan semuannya padaku. Nama
perempuan itu adalah Sarah. Surat itu memang benar untukku, tapi maksud Koko
menulis itu agar aku bisa melupakan Koko, karena aku dan Koko tak mungkin
bersama itu katanya, akupun tak mengerti mengapa Sarah mengatakan aku dan Koko
tak bisa bersama, tapi tentang perasaan Koko padaku semua itu juga benar. Koko bener-benar sayang padaku.
Masalah ciuman, itu karena dia begitu menginginkan Koko.
Dan
sekarang yang membuatku lebih tercengang adalah, Koko sedang di rawat di Rumah
Sakit, karena terlalu lelah dan banyak pikiran. Aku benar-benar menyesal. Tanpa
pikir panjang aku langsung menuju RS. Di tengah perjalanan aku teringat
sekarang tanggal 25 Mei 2012, itu adalah ulang tahun hubunganku yang ke 5 bulan.
Aku berbalik arah menuju rumah.
Dengan
sisa-sisa tenaga, aku menyiapkan bahan-bahan untuk membuat soto, air mata pun
jatuh tak terbendung lagi, aku memasak untuk ulang tahun hubunganku, memasak
makanan kesukaan kita berdua, air mataku pun terus mengalir.
Aku
menuju RS dengan membawa soto di tanganku. Taksi melaju sangat cepat. Aku
menyesal, sangat menyesal. Aku telah
sampai di depan pintu kamarnya. Aku tak kuasa untuk masuk. Aku menghapus air
mata yang terus mengalir, dan mencoba tersenyum saat memasuki kamar. Aku
menemukannya berbaring, dengan banyak selang yang menempel di badannya. Mukanya
sangat pucat.
“Kemarilah
Adinda,” Dia memanggilku dengan nafas terengah-engah. Keluarga Koko pun
memberikan waktu kepada kita berdua, sekarang hanya ada aku dan dia di sini.
“Mengapa
kau tak cerita padaku?” jawabku sambil
terisak.
“Aku
tak ingin membuatmu sedih Adinda, kemarilah mendekat padaku,” dia menggenggam
tanganku dengan erat, dan mengecupnya dengan mesra. Air mataku yang sejak tadi
ku tahan, akhirnya tumpah juga.”
“Apa
yang kau bawa?” tanyanya.
“
Aku membawakanmu soto, ayo coba,”
Akhirnya
dia mencicipi soto buatanku.
“Kau
membuatnya sambil menangis y?”, tanyanya
“Kenapa
kamu tahu?”
“Tentu
saja soalnya rasa sotonya asin, tapi tetap enak Adinda.” Jawabannya sambil
tersenyum, selama ini dia menyembunyikan sakitnya dengan senyum manisnya.
“Kemarilah
berbaringlah di sebelahku.” Aku pun menuruti kata-katannya.
Aku
berbaring di sebelahnya,dalam kasur yang sempit, tubuh kami menjadi satu. Aku
bisa merasakan tarikan nafasnya, merasakan degup jantungnya, merasakan panas
tubuhnya, kepalaku berada di dadanya. Sangat nyaman rasanya. Aku tak ingin
semua ini berakhir. Koko mencium rambutku, dan membelai rambutku dengan sangat
pelan.
Dia
pun berbisik, “Kamu adalah makhluk tercantik yang pernah ku lihat, tahukah kau?
karenamu aku merasakan apa itu namanya kasih sayang. Tapi maaf Adinda, aku
telah dijodohkan dengan Sarah. Sejujurnya aku bingung di antara dua pilihan,
antara kamu dan dia. Aku menyayangi kamu
begitu juga aku menyayangi dia. Sekali lagi maafkan aku Adinda. Aku
menyayangimu selamanya.”
Aku terdiam terpana akan
kata-katanya. Aku tak sanggup berkata-kata, tak terduga air mataku jatuh.
SELESAI
Karya
: Ulfa Aulia
Nim :11201241062
Kelas :H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar