Manusia
membutuhkan informasi berupa rangsangan dari lingkungan luar sekitar untuk
dapat menjalani hidupnya dengan baik. Agar rangsangan yang berasal dari luar
tubuh dapat ditangkap dibutuhkan kemampuan tertentu yang bernama indera. Setiap
orang normalnya memiliki lima panca indera yang berfungsi dengan baik untuk
menangkap rangsangan sehingga dapat memberikan respon sesuai dengan keinginan
atau sesuai dengan insting kita. Panca indera itu ialah indera pengelihat,
indera pencium, indera peraba, indera perasa atau pengecap dan juga indera
pendengar.
Dari masing-masing indera ini di
butuhkan alat-alat tubuh tertentu yang disebut sebagai alat indra guna
menangkap berbagai rangsangan dari luar tubuh . Adapun alat indera tersebut ialah mata, hidung, kulit,
lidah dan telinga. Sekilas mungkin kita dapat menyebutkan fungsi dari beberapa
alat indra yang dimiliki manusia misalnya mata untuk melihat, hidung untuk
mencium aroma, kulit untuk meraba, lidah untuk merasa dan telinga untuk
mendengar. Tapi lebih dari itu ada fungsi-fungsi lain yang sebenarnya merupakan
fungsi vital dari masing-masing alat indra tersebut untuk menangkap rangsang
dan memahaminya, misalnya adalah telinga manusia sebagai alat indra
pendengaran.
Dalam kehidupan ini banyak manusia yang
menggunakan telinganya hanya sampai tingkat mendengar saja, tetapi belum pada
sampai taraf menyimak. Dalam proses interaksi dan komunikasi
diperlukan keterampilan berbahasa aktif, kreatif, produktif dan resetif
apresiatif yang mana salah satu unsurnya adalah keterampilan menyimak. Menyimak merupakan suatu proses
kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman,
apresiasi serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau
pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang
pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.
Jika diperinci, minimal ada empat peran menyimak dalam kehidupan, yaitu
sebagai landasan belajar bahasa, penunjang keterampilan berbicara, membaca dan
menulis, pelancar komunikasi, dan penambah informasi.
Apabila dibandingkan dengan aktivitas berbahasa
yang lain, aktivitas menyimak selalu melebihi kegiatan berbicara, membaca, dan
menulis (hasil penelitian Paul T. Rankin: menyimak: 42%; berbicara: 25%;
membaca: 15%; menulis: 11% ). Hal itu menunjukkan bahwa menyimak mempunyai
peran yang penting. Untuk itu peranan keterampilan menyimak siapa saja sebagai
suatu hal mendesak yang harus dilaksanakan namun pada kenyataannya
masih banyak orang yang melakukan kegiatan menyimak namun tujuan yang di
inginkan belum dapat tercapai. Hal ini di karenakan adanya beberapa faktor misalnya sering mengungkapkan penolakan secara gegabah terhadap
sesuatu objek sebagian tidak menarik perhatian, kendala lain adalah faktor
psikologi, yakni seseorang selalu berprasangka dan kurang simpati terhadap
pembicara, keegosentrian serta masalah-masalah pribadi yang muncul ketika
menyimak. Selain itu karena adanya kebingungan
semantik, Makna suatu kata tergantung kepada individu yang memakainya dalam
situasi tertentu dan waktu yang tertentu juga. Kalau seorang penyimak yang
tidak memahami hal ini, maka dia akan kebingungan dalam mengartikan kata-kata
yang dipakai oleh sang pembicara. Kebingungan semantik ini jelas merupakan
kendala serius bagi seorang penyimak. Bagaimana mungkin seseorang menyimak
dengan baik, dapat menangkap, menyerap, memahami, apalagi menguasai isi ujaran,
kalau dia tidak memahami makna kata-kata atau wacana yang dipergunakan oleh
sang pembicara. Seseorang yang ingin menjadi penyimak yang efektif harus
mempunyai kosa kata yang memadai.
Selain menjadi penyimak yang baik,
seorang penyimak hendaknya juga menjadi penyimak yang tepat guna. Ada beberapa
upaya yang dapat dilakukan agar dapat menjadi penyimak yang tepat guna. Upaya
yang pertama adalah kembangkanlah suatu kemauan atau kesudian menyimak. Tanpa
adanya kemauan, suatu pekerjaan tidak akan berhasil dengan hasil yang
memuaskan. Begitu juga halnya dengan kegiatan menyimak, tanpa adanya kemauan
tidak akan bisa memetik manfaat pembicaraan atau ujaran seseorang. Untuk
menjadi penyimak yang baik dan tepat guna, perlu mengembangkan kemauan dan
kesudian menyimak, bukan menganggapnya sebagai suatu paksaan. Upaya yang kedua
adalah menyimaklah lebih lama. Apabila kita akan melakukan kegiatan menyimak,
hendaknya kita menyimak dari awal sampai akhir dengan suatu keikhlasan, sebab
dari dalamnya dapat kita temukan beberapa ide yang berharga. Semakin lama kita
menyimak maka semakin meningkat pula perkembangan kita menjadi penyimak yang
baik dan tepat guna. ( Tarigan,1987:78 )
Upaya yang ketiga dengan menyimak lebih
sering. Selain ditentukan oleh lamanya menyimak, keberhasilan menyimak juga
ditentukan oleh kekerapan dan keseringannya. Semakin sering kita menyimak maka
semakin bertambah juga pengetahuan kita, serta cakrawala pandangan kita pun
bertambah luas. Upaya yang keempat adalah menyimak dengan penuh respek. Adanya
kemauan untuk menyimak suatu ujaran, berarti adanya keyakinan bahwa pembicara mempunyai kelebihan dalam topik
tersebut. Selain itu juga adanya kepercayaan bahwa kita dapat belajar dan
mendapatkan manfaat dari pembicara tersebut. Jika sikap tersebut diterapkan
dalam kegiatan menyimak, maka sudah menunjukkan bahwa kita menyimak dengan
penuh respek dan rasa hormat. Upaya yang kelima adalah menyimak dengan umpan
balik. Setelah mendengarkan pembicaraan dari pembicara, kita akan mempersiapkan
beberapa pertanyaan agar mendapat jawaban dari pembicara. Maka terjadilah suatu
diskusi untuk mencari pemecahan suatu masalah. Kegiatan yang seperti itulah
yang disebut umpan balik, sehingga dapat meningkatkan semangat penyimak. Upaya
yang keenam adalah menyimak tanpa penilaian atau keputusan yang prematur.
Adakalanya sebelum kegiatan menyimak berlangsung, penyimak terlebih dahulu
menilai atau membuat keputusan terhadap pembicara beserta materi yang
dikemukakan. Sebenarnya penilaian sebaiknya dilakukan setelah menyimak
baik-baik seluruh ujaran pembicara. Upaya yang ketujuh adalah menyimak dengan
tenang dan tenggang hati. Dalam kegiatan menyimak sangat dituntut ketenangan
dan tenggang hati para penyimak. Apabila kegiatan menyimak dilakukan dengan
gelisah, tidak tenang dan penuh prasangka maka akan mengganggu konsentrasi
penyimak sehingga penyimak tidak dapat menangkap isi dan memahami materi
pembicara. ( Tarigan,1987:78 )
Upaya yang kedelapan adalah
menyimak secara analisis. Sebagai seorang penyimak, kita perlu menganalisis
butir-butir tertentu dari materi pembicara. Setelah dianalisis tentu penyimak
akan mendapatkan gambaran secara menyeluruh dan utuh. Kemudian penyimak dapat
menarik kesimpulan dari ujaran pembicara. Upaya selanjutnya adalah menyimak
tanpa keadaan membela diri. Penyimak dengan tipe seperti ini biasanya sibuk
dengan tanya jawab dalam hatinya, sehingga mengganggu konsentrasi. Penyimak
juga tidak dapat memahami dengan baik materi dari pembicara. Penyimak yang
seperti ini biasanya bukan menyimak dengan telinga tetapi dengan mata dan kata
hatinya. Upaya berikutnya adalah menyimak dengan prasangka dan stereotip yang
minim. Penyimak yang baik dan tepat guna hendaknya dapat melatih dirinya untuk
menyimak setiap ujaran dengan prasangka dan stereotip yang minim. Memang
prasangka tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat dikurangi dan ditekan sehingga
menjadi minim, sekecil dan sesedikit mungkin. Upaya yang terakhir dengan
menyimak tanda-tanda nonverbal dan mencari hal-hal yang tidak konsekuen.
Tanda-tanda nonverbal dapat berupa gaya, gerak-gerik, mimik, dan ekspresi wajah
pembicara pada saat menyampaikan materi. Tanda-tanda tersebut dapat membantu
penyimak memahami materi yang disampaikan oleh pembicara. Selain itu, sering
terdapat aneka ketidak konsekuenan pembicara baik sadar maupun tidak. Penyimak
harus dapat mencari hal-hal tersebut. (Tarigan,1987:78)
Untuk menjadi penyimak yang baik
dan tepat guna tentu tidaklah mudah. Materi yang akan disampaikan oleh
pembicara juga berpengaruh terhadap kemauan seseorang untuk melakukan kegiatan
menyimak. Tanpa adanya kemauan, kegiatan menyimak tidak dapat dilakukan. Untuk
itu dalam memilih bahan simakan perlu memperhatikan beberapa hal. Bahan simakan
tersebut haruslah dapat menarik perhatian penyimak. Contohnya adalah bahan simakan
dengan tema yang up-to date, seperti topik permasalahan yang masih menjadi buah
pembicaraan dalam masyarakat. Tentu pembicaraan tersebut akan menarik perhatian
karena banyak orang yang ingin tahu tentang masalah tersebut serta cara
pemecahan atau penyelesaiannya. Selain itu bahan simakan dengan tema yang
terarah dan sederhana juga dapat menarik perhatian penyimak, karena tema yang
terlalu luas tidak akan terjangkau oleh penyimak. Sedangkan bahan simakan yang
rumit dan sukar biasanya akan membuat penyimak bosan dan binggung. Bahan
simakan yang sederhana bukan berarti jelek dan tidak berguna, tetapi merupakan
bahan simakan yang mudah dipahami dan terjangkau oleh seluruh kalangan
masyarakat. Banyak tema bahan simakan yang menarik, diantaranya tema yang dapat
menambah pengalaman dan pemahaman, tema yang bersifat sugestif dan evaluative,
serta tema yang dapat memotivasi. Dengan rasa ketertarikan penyimak terhadap
bahan simakan, akan membuat penyimak menjadi lebih semangat dalam menyimak dan
berkonsentrasi untuk dapat mengambil manfaat dari apa yang ia simak.
(Tarigan,1987:190)
Sumber :
Tarigan,
Henry Guntur.1987.Menyimak Sebagai Salah
Satu Ketrampilan Berbahasa.Bandung:Angkasa
http://nuramalinamamuju.blogspot.com/2012/04/makalah-menyimak-efektif_19.html
http://organisasi.org/5-lima-alat-indera-manusia-mata-hidung-telinga-lidah-kulit-panca-indera
http://organisasi.org/5-lima-alat-indera-manusia-mata-hidung-telinga-lidah-kulit-panca-indera
Oleh : Auliya Muftiningsih ( 11201244006 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar