Sabtu, 29 September 2012

Menjadi Penyimak Tepat Guna dengan Bahan Simakan yang Menarik


          Manusia membutuhkan informasi berupa rangsangan dari lingkungan luar sekitar untuk dapat menjalani hidupnya dengan baik. Agar rangsangan yang berasal dari luar tubuh dapat ditangkap dibutuhkan kemampuan tertentu yang bernama indera. Setiap orang normalnya memiliki lima panca indera yang berfungsi dengan baik untuk menangkap rangsangan sehingga dapat memberikan respon sesuai dengan keinginan atau sesuai dengan insting kita. Panca indera itu ialah indera pengelihat, indera pencium, indera peraba, indera perasa atau pengecap dan juga indera pendengar.
         Dari masing-masing indera ini di butuhkan alat-alat tubuh tertentu yang disebut sebagai alat indra guna menangkap berbagai rangsangan dari luar tubuh . Adapun  alat indera tersebut ialah mata, hidung, kulit, lidah dan telinga. Sekilas mungkin kita dapat menyebutkan fungsi dari beberapa alat indra yang dimiliki manusia misalnya mata untuk melihat, hidung untuk mencium aroma, kulit untuk meraba, lidah untuk merasa dan telinga untuk mendengar. Tapi lebih dari itu ada fungsi-fungsi lain yang sebenarnya merupakan fungsi vital dari masing-masing alat indra tersebut untuk menangkap rangsang dan memahaminya, misalnya adalah telinga manusia sebagai alat indra pendengaran.
     Dalam kehidupan ini banyak manusia yang menggunakan telinganya hanya sampai tingkat mendengar saja, tetapi belum pada sampai taraf menyimak. Dalam proses interaksi dan komunikasi diperlukan keterampilan berbahasa aktif, kreatif, produktif dan resetif apresiatif yang mana salah satu unsurnya adalah keterampilan menyimak. Menyimak merupakan suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.
Jika diperinci, minimal ada empat peran menyimak dalam kehidupan, yaitu sebagai landasan belajar bahasa, penunjang keterampilan berbicara, membaca dan menulis, pelancar komunikasi, dan penambah informasi. Apabila dibandingkan dengan aktivitas berbahasa  yang lain, aktivitas menyimak selalu melebihi kegiatan berbicara, membaca, dan menulis (hasil penelitian Paul T. Rankin: menyimak: 42%; berbicara: 25%; membaca: 15%; menulis: 11% ). Hal itu menunjukkan bahwa menyimak mempunyai peran yang penting. Untuk itu peranan keterampilan menyimak siapa saja sebagai suatu hal mendesak yang harus dilaksanakan namun pada kenyataannya masih banyak orang yang melakukan kegiatan menyimak namun tujuan yang di inginkan belum dapat tercapai. Hal ini di karenakan adanya beberapa faktor    misalnya sering mengungkapkan penolakan secara gegabah terhadap sesuatu objek sebagian tidak menarik perhatian, kendala lain adalah faktor psikologi, yakni seseorang selalu berprasangka dan kurang simpati terhadap pembicara, keegosentrian serta masalah-masalah pribadi yang muncul ketika menyimak. Selain itu karena adanya kebingungan semantik, Makna suatu kata tergantung kepada individu yang memakainya dalam situasi tertentu dan waktu yang tertentu juga. Kalau seorang penyimak yang tidak memahami hal ini, maka dia akan kebingungan dalam mengartikan kata-kata yang dipakai oleh sang pembicara. Kebingungan semantik ini jelas merupakan kendala serius bagi seorang penyimak. Bagaimana mungkin seseorang menyimak dengan baik, dapat menangkap, menyerap, memahami, apalagi menguasai isi ujaran, kalau dia tidak memahami makna kata-kata atau wacana yang dipergunakan oleh sang pembicara. Seseorang yang ingin menjadi penyimak yang efektif harus mempunyai kosa kata yang memadai.
         Selain menjadi penyimak yang baik, seorang penyimak hendaknya juga menjadi penyimak yang tepat guna. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar dapat menjadi penyimak yang tepat guna. Upaya yang pertama adalah kembangkanlah suatu kemauan atau kesudian menyimak. Tanpa adanya kemauan, suatu pekerjaan tidak akan berhasil dengan hasil yang memuaskan. Begitu juga halnya dengan kegiatan menyimak, tanpa adanya kemauan tidak akan bisa memetik manfaat pembicaraan atau ujaran seseorang. Untuk menjadi penyimak yang baik dan tepat guna, perlu mengembangkan kemauan dan kesudian menyimak, bukan menganggapnya sebagai suatu paksaan. Upaya yang kedua adalah menyimaklah lebih lama. Apabila kita akan melakukan kegiatan menyimak, hendaknya kita menyimak dari awal sampai akhir dengan suatu keikhlasan, sebab dari dalamnya dapat kita temukan beberapa ide yang berharga. Semakin lama kita menyimak maka semakin meningkat pula perkembangan kita menjadi penyimak yang baik dan tepat guna. ( Tarigan,1987:78 )
         Upaya yang ketiga dengan menyimak lebih sering. Selain ditentukan oleh lamanya menyimak, keberhasilan menyimak juga ditentukan oleh kekerapan dan keseringannya. Semakin sering kita menyimak maka semakin bertambah juga pengetahuan kita, serta cakrawala pandangan kita pun bertambah luas. Upaya yang keempat adalah menyimak dengan penuh respek. Adanya kemauan untuk menyimak suatu ujaran, berarti adanya keyakinan bahwa  pembicara mempunyai kelebihan dalam topik tersebut. Selain itu juga adanya kepercayaan bahwa kita dapat belajar dan mendapatkan manfaat dari pembicara tersebut. Jika sikap tersebut diterapkan dalam kegiatan menyimak, maka sudah menunjukkan bahwa kita menyimak dengan penuh respek dan rasa hormat. Upaya yang kelima adalah menyimak dengan umpan balik. Setelah mendengarkan pembicaraan dari pembicara, kita akan mempersiapkan beberapa pertanyaan agar mendapat jawaban dari pembicara. Maka terjadilah suatu diskusi untuk mencari pemecahan suatu masalah. Kegiatan yang seperti itulah yang disebut umpan balik, sehingga dapat meningkatkan semangat penyimak. Upaya yang keenam adalah menyimak tanpa penilaian atau keputusan yang prematur. Adakalanya sebelum kegiatan menyimak berlangsung, penyimak terlebih dahulu menilai atau membuat keputusan terhadap pembicara beserta materi yang dikemukakan. Sebenarnya penilaian sebaiknya dilakukan setelah menyimak baik-baik seluruh ujaran pembicara. Upaya yang ketujuh adalah menyimak dengan tenang dan tenggang hati. Dalam kegiatan menyimak sangat dituntut ketenangan dan tenggang hati para penyimak. Apabila kegiatan menyimak dilakukan dengan gelisah, tidak tenang dan penuh prasangka maka akan mengganggu konsentrasi penyimak sehingga penyimak tidak dapat menangkap isi dan memahami materi pembicara. ( Tarigan,1987:78 )
               Upaya yang kedelapan adalah menyimak secara analisis. Sebagai seorang penyimak, kita perlu menganalisis butir-butir tertentu dari materi pembicara. Setelah dianalisis tentu penyimak akan mendapatkan gambaran secara menyeluruh dan utuh. Kemudian penyimak dapat menarik kesimpulan dari ujaran pembicara. Upaya selanjutnya adalah menyimak tanpa keadaan membela diri. Penyimak dengan tipe seperti ini biasanya sibuk dengan tanya jawab dalam hatinya, sehingga mengganggu konsentrasi. Penyimak juga tidak dapat memahami dengan baik materi dari pembicara. Penyimak yang seperti ini biasanya bukan menyimak dengan telinga tetapi dengan mata dan kata hatinya. Upaya berikutnya adalah menyimak dengan prasangka dan stereotip yang minim. Penyimak yang baik dan tepat guna hendaknya dapat melatih dirinya untuk menyimak setiap ujaran dengan prasangka dan stereotip yang minim. Memang prasangka tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat dikurangi dan ditekan sehingga menjadi minim, sekecil dan sesedikit mungkin. Upaya yang terakhir dengan menyimak tanda-tanda nonverbal dan mencari hal-hal yang tidak konsekuen. Tanda-tanda nonverbal dapat berupa gaya, gerak-gerik, mimik, dan ekspresi wajah pembicara pada saat menyampaikan materi. Tanda-tanda tersebut dapat membantu penyimak memahami materi yang disampaikan oleh pembicara. Selain itu, sering terdapat aneka ketidak konsekuenan pembicara baik sadar maupun tidak. Penyimak harus dapat mencari hal-hal tersebut. (Tarigan,1987:78)
               Untuk menjadi penyimak yang baik dan tepat guna tentu tidaklah mudah. Materi yang akan disampaikan oleh pembicara juga berpengaruh terhadap kemauan seseorang untuk melakukan kegiatan menyimak. Tanpa adanya kemauan, kegiatan menyimak tidak dapat dilakukan. Untuk itu dalam memilih bahan simakan perlu memperhatikan beberapa hal. Bahan simakan tersebut haruslah dapat menarik perhatian penyimak. Contohnya adalah bahan simakan dengan tema yang up-to date, seperti topik permasalahan yang masih menjadi buah pembicaraan dalam masyarakat. Tentu pembicaraan tersebut akan menarik perhatian karena banyak orang yang ingin tahu tentang masalah tersebut serta cara pemecahan atau penyelesaiannya. Selain itu bahan simakan dengan tema yang terarah dan sederhana juga dapat menarik perhatian penyimak, karena tema yang terlalu luas tidak akan terjangkau oleh penyimak. Sedangkan bahan simakan yang rumit dan sukar biasanya akan membuat penyimak bosan dan binggung. Bahan simakan yang sederhana bukan berarti jelek dan tidak berguna, tetapi merupakan bahan simakan yang mudah dipahami dan terjangkau oleh seluruh kalangan masyarakat. Banyak tema bahan simakan yang menarik, diantaranya tema yang dapat menambah pengalaman dan pemahaman, tema yang bersifat sugestif dan evaluative, serta tema yang dapat memotivasi. Dengan rasa ketertarikan penyimak terhadap bahan simakan, akan membuat penyimak menjadi lebih semangat dalam menyimak dan berkonsentrasi untuk dapat mengambil manfaat dari apa yang ia simak. (Tarigan,1987:190)






Sumber :
Tarigan, Henry Guntur.1987.Menyimak Sebagai Salah Satu Ketrampilan Berbahasa.Bandung:Angkasa


Oleh : Auliya Muftiningsih ( 11201244006 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar