Apakah Anda pernah sakit? Lalu Anda memilih periksa
kemana? Rumah Sakit atau Puskesmas? Jawaban saya ketika mengalami sakit lebih
memilih periksa ke Puskesmas. Alasan saya kenapa memilih pilihan kedua ;
Puskesmas ; karena biaya berobatnya sangat terjangkau. Selain itu, pelayanannya
cukup ramah. Namun kali ini, saya kecewa karena pelayanan Puskesmas. Begini
ceritanya, kemarin hari Selasa tanggal 18 September 2012 saya sakit. Saya
merasakan sakit kepala ( pusing) yang disertai demam tinggi. Kebetulan saat itu
perkuliahan saya berakhir tepat jam 17.00 WIB. Saya memutuskan untuk periksa ke
Puskesmas pagi harinya. Penuh perjuangan, menahan rasa sakit yang saya rasakan,
saya mendatangi Puskesmas langganan saya ketika sakit.
Sesampainya di Puskesmas
saya mengutarakan maksud saya untuk diperiksa. Oleh Ibu “X”, penjaga Puskesmas
saat itu saya diminta menunjukkan kartu periksa. Saat itu saya lupa membawa
membawa kartu tersebut. Saya berusaha supaya saya dapat diperiksa saat itu juga
tetapi Ibu “X” tersebut tidak mengijinkan karena saya tidak membawa kartu
periksa. Ibu “X” tersebut berkata,” Ya,
gimana mbak………pulang dulu. Diambil
kartunya!” saya pun memutuskan pulang. Akan tetapi saya tidak akan kembali lagi
ke Puskesmas tersebut. Apakah hanya karena selembar kertas kecil yang
bertuliskan nama Kepala Keluarga, umur, alamat, dan nomor indeks yang lupa
dibawa, seseorang yang sedang sakit tidak boleh diperiksa. Bukankah tugas
seorang pengabdi negara adalah melayani setiap warga negara, siapapun itu. Jika
memang itu prosedur, apakah tidak ada alternatif lain? Misal dengan cara
mendaftar ulang atau untuk sementara waktu menggunakan Kartu Tanda Penduduk.
Saya takut bila yang saya alami dialami juga oleh orang lain yang sakitnya
lebih dari saya yang harus segera diberi pertolongan. Apakah masih harus pulang
terlebih dahulu mengambil kartu periksa? Baiklah, saya merasa lebih lega
setelah menulis ini semua.^_^.
Pesan
saya bagi siapapun yang akan periksa ke Puskesmas untuk selalu membawa kartu
periksa.
Yuliyanti
11201241065
terlalu berkobar-kobar.....sebaiknya dalam menulis emosi yang berlebihan dikurangi.
BalasHapus