Rabu, 19 September 2012

Diskriminasi kaum yang berjiwa besar (perempuan) di Indonesia


Jaman yang sudah berdemokrasi  seperti ini masih saja ada yang namanya mendiskriminasi orang yang belum tentu bersalah. Contohnya manusia yang paling berjasa dalam hidup kita yaitu seorang perempuan. Para kaum ini dengan ikhlas memberi sumbangsih tenaga dan keringat untuk menciptakan generasi baru. Akan tetapi masih saja ada perlakuan yang tidak mengenakan dalam kehidupan perempuan.
 Di dalam dunia kerja contohnya, masih banyak saja peraturan yang merugikan perempuan. Jika ingin melamar kerja atau ada penerimaan pegai baru (open Recruitment) mereka akan disuguhkan dengan segala peraturan. Misalanya paras cantik, body bahenol, tinggi sekian, dll. Dan mereka yang beruntung mendapat pekerjaan dengan persyaratan sperti itu munkin saja menempati posisi-posisi seperti teller bank, customer service, pront office, pramugari, penyiar TV, atau salles promotion girl (SPG).



Tidak habis pikir saya perusahaan yang seperti itu?

Bagaimana jika perempuan yang energik, kreatif, inisiatif, cerdas, antusias akan pekerjaan. Tetapi tidak mempunyai paras cantik, body bahenol, dll. Apakah ada pengecualian dalam pekerjaan? Jika para petinggi perusahaan mementingkan uang pasti tidak akan diterima di posisi yang sangat potensial untuk menghasilkan uang. Mereka yang tersingkirkan biasanya berada dibalik semua orang yang berpikiran tentang uang. Dari awal ingin bekerja saja sudah dihadapkan dengan mendiskriminasi secara tidak langsung. bagaimana kalau sudah menjadi pegawai dalam perusahaan? Mugkin saja pegawai yang parasanya cantik akan mendapatkan pujian yang lebih tinggi dari pada perempuan yang tidak terlalu cantik.
Belum lagi jika di bandingkan dengan para pria dalam penggajian, hal yang lumrah jika  gaji wanita lebih rendah daripada gaji pria, sekalipun wanita tersebut berkedudukan sebagai kepala keluarga—entah karena suami tidak bekerja, menjadi janda, atau semua anggota keluarga menganggur kecuali ia. Dapat juga disebut diskriminasi apabila penggajian kepada wanita yang telah menikah disamakan dengan wanita lajang; sementara pekerja pria yang menikah tidak diperlakukan seperti pria lajang.
Masalah yang merugikan perempuan masih terus berlanjut sampai ke pernikahan campuran atau perempuan Indonesia yang menikah dengan orang luar negeri. Peraturan sperti ini seharusnya tidak usah di perdebatkan karena menyangkut masa depan. Karena Kurangnya perlindungan hak-hak hukum perempuan Indonesia yang melakukan perkawinan campuran bermula dengan adanya peraturan perkawinan campuran (GHR), dimana perempuan yang menikah dengan laki-laki warganegara asing, tunduk kepada hukum yang berlaku baik hukum publik maupun hukum perdata, dan kedudukan anak di dalam perkawinan campuran tersebut mempunyai kedudukan hukum seperti ayahnya. Lalu adanya undang-undang kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 masih Yang terukir rapi dalam pena Negara ini bertuliskan jika perempuan Indonesia menikah dengan orang asing dan tidak menyatakan keterangan selama 1 tahun maka kewarganegaraan nya akan hilang itu keterangan singkatnya. Untuk lebih jelas bisa lihat langsung UU tersebut. 
Tega sekali Negara ini yang mempunyai undang-undang dasar sebagai panutan yang tak saya hapal semua nya karena terlalu banyak kebijakan-kebijakan yang di buat atau mungkin kebijakan yang dibuat-buat agar mementingkan emosional sendiri. Sangat miris melihat manusia dengan segala kehormatan dan jiwa yang besar di perlakukan seperti itu. Saya jadi berpikir bahwa Negara ini di isi oleh manusia yang selalu mengangkat dagunya setiap hari dan tidak mau bersusah payah bersama untuk menjalin keharmonisan gender. Sungguh memalukan. Salam!
Rio Anggoro Pangestu
11201244007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar